Kamis, 06 Oktober 2016

Sebentar,

N : “Sini, aku mau menanyakan sesuatu padamu.” 
M: “ Apa?”
N : “ Apa yang menyebabkanmu menjadi seperti ini?”
M : “ Barangkali kau tahu apa.”
N : “ Yeah, barangkali aku tahu siapa. Apakah mereka sebegitu berartinya bagimu?”
M : “ Barangkali.”
N : “ Apa mereka yang selama ini kaucari dalam hidupmu?”
M : “ Mungkin juga begitu.”
N : “ Apakah kau bisa membagi semua pemikiranmu pada mereka? Apakah kamu bisa menyerahkan semua perasaanmu kepada mereka?”
M : “ Tidak.”
N : “ Apakah mereka memiliki pemikiran - pemikiran yang sejalan denganmu?”
M : “ Tidak.”
N :  “ Apakah mereka bisa mengimbangimu?” 
M : “ Tidak.”
N : “ Apakah mereka bisa menerima semua pemikiran gila yang bercokol dalam kepalamu?” 
M : “Tidak.”
N : “ Apakah mereka membantumu menjadi hal baik apa yang kau harapkan terjadi padamu?”
M : “ Tidak.”
N : “ Apa kau bisa membuka dirimu dengan lugas di hadapan mereka tanpa harus selalu menyembunyikan dan berlari menghindar?”
M : “ Tidak.”
n : “ Apakah mereka bisa memaklumimu?”
M : “ Tidak.”
N : “ Apa kau yakin mereka ada untukmu disaat kau paling membutuhkan mereka?”
M : “ Tidak.”
N : “ Jikapun suatu saat nanti kau bisa hidup berdampingan dengan mereka, apakah kau yakin itu akan menjadi hubungan timbal-balik yang menyenangkan? 
M :” Tidak.”
N : “ Lalu dengan segala ‘tidak’ dan segala perbedaan yang sudah jelas akan membawamu menuju kerusakan yang tidak bertitik terang nantinya, mengapa kau masih menganggap seakan mereka adalah hal yang penting di hidupmu, bahkan jauh melampaui kepedulian dan kewajiban akan dirimu sendiri yang selalu kau abaikan? ‘Demi kebersamaan bersama mereka’, ‘Demi mendengarkan riuh suara mereka’. Bah! omong kosong apa pula itu? Kau tahu berapa banyak hal yang kau tinggalkan? berapa banyak rindu yang terpaksa kau sekat? berapa banyak malam yang kau lewatkan tanpa lelap yang layak? Bah! omong kosong.” 
M : Tidak. Tidak tahu. Bukan karena aku ‘diharuskan’ begitu, namun aku ‘ingin’ begitu.  Barangkali……takdir?” 

Perpustakaan Thomas aquinas, diantara kumpulan puisi Chairil Anwar. 15.04.  Mampus kau di koyak-koyak kebodohan! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

post anything :)