Rabu, 27 Juli 2016

Jogja Dini Hari

Aku melangkahkan kaki menuju salah satu sudut di koridor penginapan ini. Pukul dua dini hari, menurut jam di pergelangan tangan kananku. Setelah lelah seharian ini, seharusnya aku tidur. Atau setidaknya beristirahat, sekedar merebahkan tubuh. Alih-alih, aku beranjak dan duduk menyandarkan punggung di depan pintu kamar penginapanku, disaat semua temanku sudah tertidur.
Aku belum ingin tertidur. Aku tidak ingin tertidur. Malam ini terlalu sia-sia jika dilewatkan hanya untuk tidur.
Aku menyulut rokokku dan mengamati sekitar. Jalanan sepi Sosrowijayan di depanku masih terlihat basah karena sisa hujan sesiangan. Beberapa lampu kekuningan di sudut sudut jalan menambah temaram suasana. Udara dingin menyengat, gemeletuk meski sebatang rokok masih membara di jemariku. Beberapa pedangan asongan dan tukang becak sesekali lewat, barangkali mereka selesai berbenah dari keramaian malam minggu di daerah Malioboro tadi. Di sisi lain daerah penginapan ini, entah di sudut sebelah mana, alunan musik disko terdengar meretih dari kejauhan dan sesekali, terdengar suara tawa sayup orang-orang yang penuh canda.
Aku menghembuskan asap rokokku perlahan-lahan. Hampir pukul tiga dinihari. Aku menghembuskan asap rokokku lagi.
Jogjakarta belum pernah terasa sesendu ini. Dan aku belum pernah merasa serindu ini.
Rindu yang menggumpal dan menunggu masanya untuk meledak dan menjadi serpihan.

Dimanakah kamu?

Sedang apakah kamu?

Apakah kamu sedang bersama dia, yang juga kukenal dengan baik itu?

Getir asap rokok dan kelegaan melebur menjadi satu. Aku seperti melihatmu dimanapun aku berlari di kota romantis ini sesiangan tadi.
Pelarian... senyumku, juga dengan getir. Lagi-lagi aku terus berlari. Tidak ada rasa nyaman seharian ini. Mungkin karena aku bisa berbohong kepada oranglain, tapi tidak kepada diri sendiri.

Tidak cukup lelahkah?

Aku kembali menyulut sebatang rokok, untuk yang kesekian kalinya, menghamba pada ketenangan yang semu. Sejenak membaur dalam sudut sepi di kota ini. Sepi...atau justru keramaian yang tersirat?
Jogja dini hari dengan rasa dingin yang tak mampu dicairkan.
Mau sampai kapan kamu berlari?
Pertanyaanku menggema. Hanya kesunyian lewat tengah malam yang mampu meredakannya sesaat.
Payung Teduh - Kucari Kamu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

post anything :)